Minggu, 22 November 2015
Hukum Syariat Islam
MACAM MACAM HUKUM SYARIAT ISLAM
Secara garis besar ada 5 macam hukum syara’ yang mesti diketahui oleh kita:
1. Wajib
2. Sunnah
3. Haram
4. Makruh
5. Mubah
1. Wajib
2. Sunnah
3. Haram
4. Makruh
5. Mubah
1.Wajib: para ‘ulama’ memberikan banyak pengertian mengenainya,
antara lain:
“Suatu ketentuan agama yang harus dikerjakan kalau tidak berdosa“. Atau “Suatu ketentuan jika ditinggalkan mendapat adzab”
“Suatu ketentuan agama yang harus dikerjakan kalau tidak berdosa“. Atau “Suatu ketentuan jika ditinggalkan mendapat adzab”
Contoh:Shalat hukumnya wajib, yakni suatu ketentuan dari agama yang harus
dikerjakan, jika tidak berdosalah ia.
Alasan yang dipakai untuk menetapkan pengertian diatas adalah atas dasar firman Allah swt:
Alasan yang dipakai untuk menetapkan pengertian diatas adalah atas dasar firman Allah swt:
(فَلْيَحْذَرِ الَّذِينَ يُخَالِفُونَ عَنْ أَمْرِهِ أَنْ تُصِيبَهُمْ
فِتْنَةٌ أَوْ يُصِيبَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ (النور:63
“….Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah Rasul takut akan
ditimpa cobaan atau ditimpa adzab yang pedih.” (An-Nur: 63)
Dari ayat diatas telah jelas bahwa setiap orang yang melanggar perintah agama maka akan ditimpa musibah atau adzab, dan orang yang ditimpa adzab itu tidak lain melainkan mereka yang menyalahi aturan yang telah ditetapkan.
Dari ayat diatas telah jelas bahwa setiap orang yang melanggar perintah agama maka akan ditimpa musibah atau adzab, dan orang yang ditimpa adzab itu tidak lain melainkan mereka yang menyalahi aturan yang telah ditetapkan.
2. Sunnah:
“Suatu perbuatan jika dikerjakan akan mendapat pahala, dan jika ditinggalkan tidak berdosa“. Atau bisa anda katakan : “Suatu perbuatan yang diminta oleh syari’ tetapi tidak wajib, dan meninggalkannya tidak berdosa”
Contoh: Nabi saw bersabda:
“Suatu perbuatan jika dikerjakan akan mendapat pahala, dan jika ditinggalkan tidak berdosa“. Atau bisa anda katakan : “Suatu perbuatan yang diminta oleh syari’ tetapi tidak wajib, dan meninggalkannya tidak berdosa”
Contoh: Nabi saw bersabda:
-صُمْ
يَوْمًا وَأَفْطِرْ يَوْمًا. -رواه البخاري و مسلم
Artinya: “Shaumlah
sehari dan berbukalah sehari“. Hadits riwayat Imam Bukhari dan Imam Muslim.
Dalam hadits
ini ada perintah -صُمْ- “shaumlah”, jika perintah ini dianggap wajib,
maka menyalahi sabda Nabi saw yang berkenaan dengan orang Arab gunung, bahwa
kewajiban shaum itu hanya ada di bulan Ramadhan.
..مَا فَرَضَ
اللَّهُ عَلَيَّ مِنْ الصِّيَامِ؟ فَقَالَ شَهْرَ رَمَضَانَ إِلاَّ أَنْ
تَطَّوَّعَ شَيْئًا….
“….apa yang
Allah wajibkan kepadaku dari shaum? Beliau bersabda: (shaum) bulan ramadhan,
kecuali engkau mau bertathauwu’ (melakukan yang sunnah)….” Hadits riwayat Imam Bukhari.
Dari riwayat
ini jelas bahwa shaum itu yang wajib hanyalah shaum di bulan ramadhan sedangkan
lainnya bukan. Jika lafadz perintah dalam hadits yang pertama “shaumlah” itu
bukan wajib, maka ada 2 kemungkian hukum yang bisa diambil:
1. Sunnah
2. Mubah
1. Sunnah
2. Mubah
Shaum adalah
suatu amalan yang berkaitan dengan ibadah, maka jika ada perintah yang
berhubungan dengan ibadah tetapi tidak wajib, maka hukumnya sunnah. Kalau
dikerjakan mendapat pahala jika meninggalkannya tidak berdosa.
Alasan untuk
menetapkan hal itu mendapat pahala adalah atas dasar firman Allah swt:
-لِلَّذِينَ
أَحْسَنُوا الْحُسْنَى وَزِيَادَةٌ. -يونس: 26
“Bagi
orang-orang yang melakukan kebaikan (akan mendapat) kebaikan dan (disediakan)
tambahan (atas kebaikan yang telah diperbuatnya)” –S.Yunus: 26-
Allah swt
memberi kabar, bahwasanya siapa saja yang berbuat baik di dunia dengan keimanan
(kepada-Nya) maka (balasan) kebaikan di akhirat untuknya, sebagai mana firman
Allah:
-هَلْ
جَزَاءُ الإِحْسَانِ إِلاّ الإِحْسَانُ. –الرحمن:60
Artinya: “Tidak
ada balasan kebaikan kecuali kebaikan (pula)” S. Ar-Rahman: 60.
Kita bisa
memahami bahwa orang yang melakukan suatu kebaikan selain mendapatkan balasan
atas apa yang telah dia lakukan, terdapat pula tambahan yang disediakan, dan
tambahan ini bisa kita sebut sebagai “ganjaran”.
3. Haram:
“Suatu ketentuan larangan dari agama yang tidak boleh dikerjakan. Kalau orang melanggarnya, berdosalah orang itu“.
“Suatu ketentuan larangan dari agama yang tidak boleh dikerjakan. Kalau orang melanggarnya, berdosalah orang itu“.
Contoh: Nabi
saw bersabda:
-لاَتَاْتُوا
الكُهَّانَ. –رواه الطبراني
“Janganlah
kamu datangi tukang-tukang ramal/dukun“. Hadits riwayat Imam Thabrani.
Mendatangi tukang-tukang ramal/dukun dengan tujuan menyakan sesuatu hal ghaib lalu dipercayainya itu tidak boleh. Kalau orang melakukan hal itu, berdosalah ia.
Mendatangi tukang-tukang ramal/dukun dengan tujuan menyakan sesuatu hal ghaib lalu dipercayainya itu tidak boleh. Kalau orang melakukan hal itu, berdosalah ia.
Alasan untuk
pengertian haram ini, diantaranya sama dengan alasan yang dipakai untuk
menetapkan pengertian wajib, yaitu Al-Qur’an S.An-Nur: 63.
4. Makruh:
Arti makruh secara bahasa adalah dibenci.
“Suatu ketentuan larangan yang lebih baik tidak dikerjakan dari pada dilakukan“. Atau “meninggalkannya lebih baik dari pada melakukannya“.
Arti makruh secara bahasa adalah dibenci.
“Suatu ketentuan larangan yang lebih baik tidak dikerjakan dari pada dilakukan“. Atau “meninggalkannya lebih baik dari pada melakukannya“.
Sebagai
contoh: Makan binatang buas. Dalam hadits-hadits memang ada larangannya, dan
kita memberi hukum (tentang makan binatang buas) itu makruh.
seperti di jelaskan dalam Al-Qur’an Al-Baqarah: 173 yang berbunyi:
seperti di jelaskan dalam Al-Qur’an Al-Baqarah: 173 yang berbunyi:
-إِنَّمَا
حَرَّمَ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةَ وَالدَّمَ وَلَحْمَ الْخِنْزِيرِ وَمَا أُهِلَّ
بِهِ لِغَيْرِ اللَّهِ… –البقرة: 173
“2. Sunnah:
“Suatu perbuatan jika dikerjakan akan mendapat pahala, dan jika ditinggalkan tidak berdosa“. Atau bisa anda katakan : “Suatu perbuatan yang diminta oleh syari’ tetapi tidak wajib, dan meninggalkannya tidak berdosa”
“Suatu perbuatan jika dikerjakan akan mendapat pahala, dan jika ditinggalkan tidak berdosa“. Atau bisa anda katakan : “Suatu perbuatan yang diminta oleh syari’ tetapi tidak wajib, dan meninggalkannya tidak berdosa”
Dengan ini
berarti bahwa wudhu hanya diwajibkan ketika akan mengerjakan shalat. Lafazh
إِنَّمَا pada ayat ini ia berfungsi membatasi bahwa makanan yang diharamkan itu
hanya empat yaitu: bangkai, darah, babi dan binatang yang disembelih bukan
karena Allah. Maka kalau larangan makan binatang buas itu kita hukumkan haram
juga, berarti sabda Nabi saw yang melarang makan binatang buas itu, menentangi
Allah, ini tidak mungkin. Berarti binatang buas itu tidak haram, kalau tidak
haram maka hukum itu berhadapan dengan 2 kemungkinan yaitu: mubah atau makruh.
Jika dihukumkan mubah tidak tepat, karena Nabi saw melarang bukan memerintah.
Jadi larangan dari Nabi itu kita ringankan dan larangan yang ringan itu tidak
lain melainkan makruh. Maka kesimpulannya: binatang buas itu makruh.
5. Mubah:
Arti mubah itu adalah dibolehkan atau sering kali juga disebut halal.
“Satu perbuatan yang tidak ada ganjaran atau siksaan bagi orang yang mengerjakannya atau tidak mengerjakannya” atau “Segala sesuatu yang diidzinkan oleh Allah untuk mengerjakannya atau meninggalkannya tanpa dikenakan siksa bagi pelakunya”
Arti mubah itu adalah dibolehkan atau sering kali juga disebut halal.
“Satu perbuatan yang tidak ada ganjaran atau siksaan bagi orang yang mengerjakannya atau tidak mengerjakannya” atau “Segala sesuatu yang diidzinkan oleh Allah untuk mengerjakannya atau meninggalkannya tanpa dikenakan siksa bagi pelakunya”
Contoh:
dalam Al-Qur’an ada perintah makan, yaitu:
يَا بَنِي
آدَمَ خُذُوا زِينَتَكُمْ عِنْدَ كُلِّ مَسْجِدٍ وَكُلُوا وَاشْرَبُوا وَلاَ
تُسْرِفُوا إِنَّهُ لاَيُحِبُّ الْمُسْرِفِينَ
“Hai anak
Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) masjid, makan dan
minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai
orang-orang yang berlebih-lebihan” Al-A’raf: 31
Akan tetapi
perintah ini dianggap mubah. Jika kita mewajibkan perintah makan maka anggapan
ini tidak tepat, karena urusan makan atau minum ini adalah hal yang pasti
dilakukan oleh seluruh manusia baik masih balita atau jompo. Sesuatu yang tidak
bisa dielak dan menjadi kemestian bagi manusia tidak perlu memberi hukum wajib,
maka perintah Allah dalam ayat diatas bukanlah wajib, jika bukan wajib maka ada
2 kemungkian hukum yang dapat kita ambil, yaitu: sunnah atau mubah. Urusan
makan atau minum ini adalah bersifat keduniaan dan tidak dijanjikan ganjarannya
jika melakukannya, maka jika suatu amal yang tidak mendapat ganjaran maka hal
itu termasuk dalam hukum mubah.
By :Dewi nursanti dari beberapa sumber
Author: Mohammad
Mohammad is the founder of STC Network which offers Web Services and Online Business Solutions to clients around the globe. Read More →
Related Posts:
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar: