Minggu, 03 Januari 2016
ADAB-ADAB ISTINJA’ DAN BUANG AIR
ADAB-ADAB ISTINJA’ DAN BUANG AIR
Segala puji dan sanjungan
disertai dengan pengagungan dan kecintaan hanya semata-mata milih
Alloh, yang menjelaskan syari’at Islam dengan sempurna. Tidaklah ada
sesuatupun dari perkara yang kecil maupun yang besar, dari
perkara-perkara yang bersentuhan dengan kehidupan dan kemaslahatan umat
manusia, hingga adab istinja’ dan buang hajat, kecuali telah dijelaskan.
Shalawat dan salamtertunjukkan kepada Nabiyulloh Muhammad Shallallahu
‘alaihi wassalam, isteri-isteri, keluarga, sahabat dan pengikut mereka
dalam kebajikan hingga hari pembalasan. Amma ba’du.
Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wassalam telah mengabarkan dalam suatu riwayat yang
shahih, bahwa ada seorang yang di adzab dalam kuburnya dengan sebab
tidak membersihkan dirinya dari kencing yang menimpa dirinya, dan
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam telah mengabarkan pula bahwa
kebanyakan siksa kubur adalah dari sebab kencing. Hal ini memberikan
gambaran kepada kita, bahwa perkara yang berkaitan dengan adab istinja’
dan buang air, sangatlah penting untuk diketahui dan kemudian kita
praktekkan dalam kehidupan kita.
1. Makna Istinja’
Apa
yang dimaksud dengan istinja’? Istinja’ adalah menghilangkan sesuatu
yang keluar dari dubur dan qubul dengan menggunakan air yang suci lagi
mensucikan atau batu yang suci dan benda-benda lain yang menempati
kedudukan air dan batu.
2. Istinja’ dengan menggunakan air
Air
adalah seutama-utama alat bersuci, karena ia lebih dapat mensucikan
tempat keluarnya kotoran yang keluar dari dubur dan qubul, dibandingkan
dengan selainnya. Berkaitan dengan orang-orang yang bersuci dengan
menggunakan air, Alloh Ta’ala menurunkan firman-Nya:
“Janganlah
kamu sholat dalam masjid itu selama-lamanya. Sesungguhnya masjid yang
didirikan atas dasar taqwa (Masjid Quba), sejak hari pertama adalah
lebih patut kamu sholat di dalamnya. Di dalam masjid itu ada orang-orang
yang ingin membersihkan diri. Sesungguhnya Alloh menyukai orang-orang
yang bersih.” (QS. at Taubah :108)
Berkata
Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu: “Mereka istinja’ dengan menggunakan air,
maka turunlah ayat ini di tengah-tengah mereka.” (Hadits shohih riwayat Abu Dawud)
3. Istinja’ dengan menggunakan batu
Istinja’
dengan menggunakan batu, kayu, kain dan segala benda yang menempati
kedudukannya-yang dapat membersihkan najis yang keluar dari dibur dan
qubul-diperbolehkan menurut kebanyakan ulama. Salman al-Farisi
radhiallahu ‘anhu berkata: “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam
melarang kami dari istinja’ dengan menggunakan kotoran binatang dan
tulang.” (HR. Muslim)
Pengkhususan
larangan pada benda-benda tersebut menunjukkan bahwasanya Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wassalam membolehkan istinja’ dengan menggunakan
batu dan benda-benda lain yang dapat membersihkan najis yang keluar dari
dubur dan qubul. Kapan seseorang dikatakan suci ketika menggunakan batu
dan selainnya? Seseorang dikatakan suci apabila telah hilang najis dan
basahnya tempat disebabkan najis, dan batu terakhir atau yang selainnya
keluar dalam keadaan suci, tidak ada bekas najis bersamanya.
Beristinja’
dengan menggunakan batu dan selainnya tidaklah mencukupi kecuali dengan
menggunakan tiga batu. Salman al Farizi radhiallahu ‘anhu berkata:
“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam melarang kami dari istinja’
dengan menggunakan tangan kanan atau kurang dari tiga batu.” (HR. Muslim)
4. Istinja’ dengan tulang dan benda dimuliakan
Seseorang
tidaklah diperbolehkan istinja’ dengan menggunakan tulang, sebagaimana
yang telah disebutkan dalam hadits Salman radhiallahu ‘anhu di atas.
Mengapa dilarang istinja’ dengan tulang? Ulama mengatakan illah (sebab)
dilarangnya istinja’ dengan menggunakan tulan ialah:
a.
) Apabila tulang untuk istinja’ berasal dari tulang yang najis,
tidaklah ia akan membersihkan tempat keluarnya najis tersebut, justru
semakin menambah najisnya tempat tersebut.
b.)
Apabila bersal dari tulang yang suci lagi halal, maka ia merupakan
makanan bagi binatang jin, dan harus kita muliakan dan kita hormati.
Dalam hadits riwayat Muslim dari jalur Ibnu Mas’ud radhiallahu ‘anhu,
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda: “Janganlah
kalian istinja’ dengan menggunakan kotoran binatang dan tulang, sebab
ia merupakan bekal saudara kalian dari kalangan jin.”
Berdasarkan
illah (sebab) yang disebutkan di atas, maka dikiaskan kepadanya makanan
manusia dan binatang, karena bekal manusia dan kendaraannya harus lebih
dihormati. Dan sedemikian juga segala benda yang dituliskan di dalamnya
ilmu agama Islam, karena ia lebih mulia dari sekedar bekal fisik
manusia, terlebih lagi bila didalamnya tertulis al-Qur’an, sunnah dan
nama-nama Alloh.
5. Istinja’ dengan tangan kanan
Tidaklah
diperbolehkan istinja’ dengan menggunakan tangan kanan, karena tangan
kanan dipergunakan untuk sesuatu yang mulia, berdasarkan kepada
kaidah-kaidah umum syari’at Islamiyyah dalam menggunakan tangan dan
kaki. Dan dalam masalah istinja’ ini, ada larang secara khusus dari
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam yang disampaikan oleh sahabat
Salman al Farisi radhiallahu ‘anhu, yakni: “Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wassalam melarang kami dari istinja’ dengan menggunakan tangan
kanan atau kurang dari tiga batu.” (HR. Muslim)
6. Disunnahkan buang hajat di tempat yang jauh dari manusia
Hal
ini dimaksudkan agar uaratnya tidak dilihat oleh orang lain (ketika
buang hajat). Ini merupakan suatu adab dan sopan santun yang mulia, di
dalamnya terdapat penjagaan kehormatan seseorang, sebagaimana telah
dimaklumi. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam sebagai suri tauladan
utama kita, telah mencontohkan hal ini, sebagaimana yang telah
dikabarkan oleh sahabat Jabir bin Abdullah radhiallahu ‘anhuma:”
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam pergi sehingga tidak terlihat
oleh kami, lalu menunaikan hajatnya.” (HR. Bukhari, Muslim)
Namun
apabila seseorang buang hajat di tempat tertutup, sehingga tidak ada
seorang pun yang bisa melihatnya, maka hal itu telah mencukupinya,
karena telah didapatkan maksud dari menjauhkan diri dari manusia, yaitu
agar auratnya tidak dilihat oleh orang lain (ketika buang hajat).
7. Memilih tempat empuk untuk buang air kecil
Bilamana
seseorang melakukan buang air kecil di tanah lapang atau padang pasir,
maka hendaknya ia memilih tempat yang empuk, agar air kencingnya tidak
terpercik kembali ke anggota tubuhnya sehingga ternajisi oleh kencing
tersebut.
Kalau
seseorang mengatakan: Bukankah asalnya tidak ada percikan air kencing ke
tubuh, mengapa kita harus menjaga diri seperti ini?
Jawab:
Karena hal ini tentu saja lebih menyelamatkan diri orang yang buang air
kecil. Lagi pula, kencing di tempat yang cadas, terkadang akan membuka
pintu was-was. Maksudnya, dia akan terhinggapi rasa takut terkena
percikan air kencing, lalu semakin bertambah perasaan tersbeut dan
kemudian berubah menjadi was-was, yang tidaklah mengetahui akibat dan
kesudahannya kecuali Alloh. Semoga Alloh menyelamatkan kita dari
was-was.
8. Kapan membaca do’a masuk tempat buang air
Ketika
seseorang hendak masuk ke WC atau tempat yang dipersiapkan untuk buang
air besar atau bunag air kecil, disunnahkan untuk membaca do’a masuk
tempat buang air. Jika seseorang bertanya: Bagaimana jika buang airnya
di tempat terbuka atau tanah lapang?
Jawab:
Ulama mengatakan, jika seseorang buang air di tanah lapang atau tempat
terbuka, maka ia membaca do’anya ketika pada langkah terakhir sebelum
dia buang air atau ketika dia hendak duduk untuk buang air.
Do’anya adalah
“Dengan menyebut nama Alloh, saya berlindung dari setan laki-laki dan setan perempuan.”
Lafazh “bismillah” terambil dari hadits yang diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dalam Sunan-nya dengan derajat shohih. Adapun lafazh:
terambil dari hadits riwayat Bukhari-Muslim.
Barangsiapa membaca “bismillah” maka ia terlindungi dari pandangan jin, sebagaimana yang disebutkan hadits shohih riwayat Tirmidzi (lihat at-Tirmidzi:602)
Hikmah disyari’atkannya membaca kalimat perlindungan :
Ulama
mengatakan:”Tempat buang air adalah tempat yang jelek dan tempat yang
jelek adalah tempat syaitan, karena itulah sangat tepat bilamana masuk
tempat tersebut disyari’atkan untuk meminta perlindungan terhadap Alloh
Ta’ala dari kejelekan syaitan laki-laki dan perempuan, agar tidak
terkena gangguan kejelekannya.”
9. Hikmah do’a ketika keluar tempat buang air
Ketika seseorang keluar dari tempat buang air, disyari’atkan untuk mengucapkan do’a:
“Ya Alloh, aku memohon ampunan-Mu.” (HR. Ahmad, Abu Dawud, Tirmidzi, dll)
Apa hikmah disyari’atkannya mengucapkan istighfar ketika keluar dari tempat buang air?
Jawab:
Ulama mengatakan, di antara hikmah yang paling nampak ialah ketika
seseorang diringankan dari kotoran dan gangguan fisik, ia teringat
gangguan dosa, lantas ia memohon agar Alloh Ta’ala meringankan dirinya
dari gangguan dan dosa yang dilakukannnya.
10. Bila buang air menghadap matahari dan bulan
Sebagian
ulama ahli fiqih berpendapat bahwa buang air dengan menghadap ke
matahari dan bulan-dalam rangka memuliakan keduanya-tidaklah
diperkenankan. Namun bila kita teliti lebih lanjut dan detail, tidaklah
ada dalil yang menunjukkan atas larangan ini. Berkata Ibnu Qayyim
rahimahullah:”Tidaklah dinukil satu kalimat pun yang berkaitan dengan
hal ini, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wassalam, baik dalam hadits
dengan sanad shohih maupun dho’if, baik mursal (seorang tabi’in
meriwayatkan hadits secara langsung dari Nabi Shallallahu ‘alaihi
wassalam) ataupun muttashil (bersambung sanadnya) dari awal sanad hingga
sampai ke Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam. Dalam masalah ini,
tidaklah ada asalnya dalam syari’at.” (Hasyiah Roudh Murbi’ 1/134)
Adapun
i’tiqod (keyakinan) orang awam bahwa bulan adalah wajah wanita, tidak
ada dalil yang menunjukkan kepada hal ini. Wallohu A’lam.
11. Beberapa tempat yang dilarang untuk buang air
Ada beberapa tempat yang kita dilarang buang air padanya, di antaranya:
a). Di tempat berteduh dan di jalan umum
Diharamkan
buang air besar dan kecil di tempat ini karena akan mengganggu orang
yang memanfaatkan tempat tersebut untuk berjalan ataupun berteduh. Alloh
Ta’ala berfirman:
“Dan
orang-orang yang menyakiti orang-orang mu’min dan mu’minat tanpa
kesalahan yang mereka perbuat, maka sesungguhnya mereka telah memikul
kebohongan dan dosa yang nyata.” (QS. al Ahzab:58)
Dan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda: “Takutlah
kalian dari dua perkara yang menyebabkan laknat!” Para sahabat
bertanya:”Wahai Rasulullah, apa dua perkara yang menyebabkan laknat
tersebut?” Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam menjawab: “Orang yang
buang hajat di jalan manusia dan tempat berteduh mereka.” (HR. Muslim)
b). Di bawah pohon yang dimanfaatkan manusia
Hal ini
karena akan mengganggu terhadap orang yang akan memanfaatkan pohon
tersebut, baik dalam hal memetik buah yang dapat di manfaatkan maupun
mengambil kayu atau dahannya; dan seorang muslim tidaklah boleh
mengganggu sesamanya, sebagaimana keumuman ayat 58 dari surat al-Ahzab
di atas, dan juga seorang muslim dilarang memudharatkan orang lain dan
membalas kemudharatan dengan kemudharatan yang semisalnya..
c). Di sumber air
Hal ini
karena mengotori sumber air tersebut dan bahkan bisa jadi akan
menajiskannya, jikalau najis yang keluar dari orang yang buang hajat
tersebut sampai kepada derajat mengubah rasa, warna, atau bau dari air
yang ada di sumber air tersebut. Di samping itu, buang air di tempat ini
juga akan mengganggu orang yang akan memanfaatkan sumber air tersebut;
sedang seorang muslim tidaklah boleh mengganggu sesamanya, sebagaimana
keumuman ayat 58 dari surat al-Ahzab di atas, dan juga seorang muslim
dilarang memudharatkan orang lain dan membalas kemudharatan dengan
kemudharatan yang semisalnya.
Selain
itu, kencing di sumber air merupakan salah satu hal yang dapat
menyebabkan laknat, sebagaimana disebutkan dalam hadits hasan yang
diriwayatkan oleh Abu Dawud; Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam
bersabda: “Takutlah kalian dari tiga perkara yang
menyebabkan laknat!! Yaitu: buang air besar di sumber air, jalan raya,
dan tempat berteduh.”
d). Di lubang
Seseorang
ketika buang iar kecil di tanah lapang, dilarang melakukan kencing di
lubang tempat serangga atau binatang melata lainnya. Larangan disini
bersifat makruh, bukan haram, karena itulah ia menjadi diperbolehkan
jikalau berhajat kepadanya dan tidak ada tempat yang lain kecuali lubang
tersebut. Dasar dari larangan ini adalah:
1. Hadits
Qotadah dari Abdullah bin Sirjis, bahwasanya Nabi Shallallahu ‘alaihi
wassalam melarang kencing di lubang. Dikatakan kepada Qotadah: “Ada apa
dengan lubang?” Beliau menjawab: “Dikatakan, bahwa lubang adalah tempat
tinggan bagi jin.” (HR. Ahmad dan Abu Dawud)
Berkata
Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rahimahullah: “Hadits ini
didho’ifkan oleh sebagian ulama dan dishohihkan oleh sebagian yang lain.
Dan paling rendahnya, hadits ini berderajat hasan, karena para ulama
menerimanya dan berhujjah dengannya.” (Syarh Mumthi 1/119)
2.
Ditakutkan terdapat serangga dan hewan melata lainnya yang bertempat
tinggal di tempat tersebut dan kencing kita akan merusak tempat
tinggalnya atai ia akan keluar dan menyakiti kita, sedangkan kita sedang
kencing atau barangkali ia keluar secara tiba-tiba lalu kita
menghindarinya dan akhirnya kita tidak selamat dari percikan kencing
kita atau yang lebih besar dari pada hal itu.

Author: Mohammad
Mohammad is the founder of STC Network which offers Web Services and Online Business Solutions to clients around the globe. Read More →
Related Posts:
BERITA
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar: