يَا أَيُّهَا
النَّبِيُّ قُلْ لِأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ
عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلَابِيبِهِنَّ ذَلِكَ أَدْنَى أَنْ يُعْرَفْنَ فَلَا
يُؤْذَيْنَ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا
“Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu,
anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya.
Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka
tidak di ganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al Ahzab:
59)
Pengertian Aurat
Aurat
secara bahasa berasal dari kata ﻋﺎر, dari kata tersebut muncul derivasi kata
bentukan baru dan makna baru pula. Bentuk ‘awira (menjadikan buta sebelah
mata), ‘awwara (menyimpangkan, membelokkan dan memalingkan), a’wara (tampak
lahir atau auratnya), al-‘awaar (cela atau aib), al-‘wwar (yang lemah,
penakut), al-‘aura’ (kata-kata dan perbuatan buruk, keji dan kotor), sedangkan
al-‘aurat adalah segala perkara yang dirasa malu.
Para
ulama’ fiqh memberikan definisi aurat ini sebagai sesuatu yang wajib ditutupi,
dan haram dilihat. Aurat dipahami sebagai sesuatu yang oleh seseorang ditutupi
karena merasa malu atau rendah diri jika sesuatu itu kelihatan atau diketahui
orang lain.
Pengertian
terakhir ini sering dijadikan sebagai pengertian literer dari aurat, sehingga
aurat dapat dipahami sebagai sesuatu yang dapat menjadikan malu, aib atau cacat
bagi seseorang baik dari perkataan atau perbuatannya. Terbukanya aurat dapat
juga membuat orang jauh martabatnya dimata masyarakat umum. Seseorang sudah
selayaknya menutupi auratnya, karena jika sudah terbuka cacat, aib maupun
kekurangannya di depan umum, maka hakekatnya orang tersebut sudah tidak
mempunyai harga diri dan dipandang sebelah oleh masyarakat.
Berdasarkan
pada makna kata aurat yang berarti adalah cacat, pengertian ini kemudian dapat meluas
dalam hal perkataan atau perbuatan. Dengan demikian, seseorang dikatan
benar-benar menutup auratnya secara sempurna jika ia sudah menutup bagian tubuh
yang wajib ditutupi dan menjaga akhlak al-karimah baik berupa perkataan
maupun perbuatan yang dilarang agama maupun norma yang berlaku di dalam
masyarakat. Begitu juga dengan menutupi kekurangan-kekurangan ('aib) yang dimiliki diri sendiri dan orang lain dan sebagainya.
Jika kemudian kata aurat
disini yang dalam persepektif masyarakat kita adalah bagian tubuh yang harus
ditutupi, disini Islam memberikan batasan-batasan yang jelas antara aurat
laki-laki dan perempuan.
Aurat laki-laki seperti
yang kita tahu adalaha bagian tubuh antara pusar dan lutut. Meskipun pusar dan
lutut bukanlah aurat, tetapi dianjurkan supaya ditutup juga karena sepadan
dengan aurat. Ini berdasarkan kaidah-kaidah ushul fiqh:
ما لا يتم الواجب إلا به فهو واجب
“Apa yang tidak sempurna yang wajib melainkan
dengannya, maka ia adalah wajib”.
Batasan ini adalah
ketika laki-laki itu dalam keadaan shalat dan ketika berhadapan dengan
perempuan yang ajnabiyah (perempuan asing/perempuan yang bukan mahram).
Adapun ketika khalwah, yakni ketika bersunyi-sunyi seorang diri,
maka auratnya ialah dua kemaluannya.
Aurat wanita merdeka
adalah seluruh tubuh kecuali wajah dan dua telapak tangannya yang dhahir dan
batin hingga pergelangan tangannya, wajah dan dua telapak tangannya, luar
dalam, hingga pergelangan tangannya, bukanlah aurat dalam shalat dan selebihnya
adalah aurat yang harus tertutup ketika shalat. Adapun di luar shalat, aurat
wanita ini diklasifikasikan lagi sebagai berikut:
- Di hadapan laki-laki yang ajnabi atau yang bukan mahramnya, auratnya adalah seluruh badan. Artinya termasuk wajah dan rambut serta kedua telapak tangannya, lahir-batin dan termasuk kedua telapak kakinya, lahir-batin, sehingga seluruh badannya wajib ditutup atau dilndungi dari pandangan laki-laki yang ajnabi, wajah dan kedua telapak tangannya tidak harus dibuka ketika untuk menjadi saksi sejenisnya, kecuali karena darurat.
- Di hadapan perempuan kafir, auratnya ialah anggota badan selain anggota badan yang lahir ketika ia bekerja di rumah. Bagian yang lahir ketika ia aktif di rumah ialah kepala, muka, leher, dua telapak tangan sampai kedua sikunya dan dua telapak kakinya. Demikian juga auratnya ketika di hadapan perempuan yang tidak jelas pribadi atau wataknya atau perempuan yang rusak akhlaknya.
- Di dalam khalwah, di hadapan muslimah, dan pada laki-laki yang menjadi mahramnya, auratnya ialah anggota badan antara pusar dan lutut, seperti aurat laki-laki dalam shalat. Aurat walau bagaimana-pun, untuk menjaga adab dan untuk memelihara timbulnya fitnah, maka yang perlu ditutup tak hanya yang antara pusar dan kedua lutut. Menutup aurat karena fitnah, yaitu yang memungkinkan tergiurnya nafsu adalah suatu kewajiban. Hal inilah yang menjadi perhatian Islam sebagai agama yang berusaha mengangkat martabat manusia di hadapan manusia lainnya dengan mempertinggi akhlak dan menutup aurat adalah salah satunya.
Pendapat Ulama’ tentang Aurat
Secara
normatif aturan hukum baku berkenaan dengan perintah berpakaian dan menutup
aurat beserta batasan-batasannya diungkapkan secara eskplisit dalam al-Qur’an.
Beberapa ayat yang terkait dengan hal tersebut memberikan rambu-rambu bagi para
wanita mukallaf untuk memenuhi batasan yang diberikan oleh kitab yang
diturunkan pada Nabi akhir zaman. Menurut syariat Islam menutup aurat hukumnya
wajib bagi setiap orang mukmin baik laki-laki maupun perempuan terutama yang
telah dewasa dan dilarang memperhatikannya kepada orang lain dengan sengaja
tanpa ada alasan yang dibenarkan syariat, demikian juga syariat Islam pada
dasarnya memerintahkan kepada setiap mukmin, khususnya yang sudah memiliki nafsu
birahi untuk tidak melihat dan tidak memperlihatkan auratnya kepada orang lain
terutama yang berlainan jenis.
Adapun
melihat aurat orang lain atau memperlihatkan aurat kepada orang lain yang
dibenarkan syariat seperti sesama mahram dan terutama suami atau istri,
hukumnya boleh sebagaimana terdapat dalam surah al-Nur ayat 30-31. Demikian
pula orang muslim boleh melihat aurat orang lain atau memperlihatkan auratnya
kepada orang lain (walaupun bukan mahram) jika ada alasan yang dibenarkan
syariat seperti ketika berobat atau mengobati penyakit yang pengobatannya
memerlukan melihat atau memperlihatkan aurat karena darurat.
Para
ahli
hukum Islam berbeda pendapat dalam menentukan batas-batas aurat itu
sendiri, baik aurat laki-laki maupun perempuan. Menurut kebanyakan
ulama’ batas
aurat orang laki-laki ialah anggota-anggota tubuh yang terletak antara
pusar dan lutut, terutama alat kelamin dan dubur di samping juga paha.
Sedangkan
menurut sebagian ulama’ yang lain, aurat orang laki-laki hanyalah alat
vital
dan dubur, sedangkan paha tidak termasuk ke dalam kategori aurat yang
wajib
ditutup. Jumhur ulama’ berpendapat bahwa aurat laki-laki yang tidak
boleh
diperlihatkan kepada orang lain terutama kepada kaum wanita, ialah
anggota-anggota badan yang berkisar antara pusat dan lutut. Sementara
sebagian
kecil ulama’ yang pendapatnya dianggap lemah oleh kebanyakan ulama’,
menyatakan
bahwa aurat laki-laki di hadapan kaum wanita yang bukan mahramnya adalah
seluruh anggota badannya.
Para ulama' sendiri berbeda pendapat tentang masalah aurat yang
harus ditutupi oleh kaum wanita ketika mereka bertemu dan berinteraksi
dengan kaum pria. Perbedaan pendapat ini didasarkan pada penafsiran ayat
al-Qur'an Surat an-Nûr ayat 31 yaitu :
1. Pendapat
Al-Ahnaf (pengikut Hanafi) berpendapat bahwa wanita boleh membuka muka dan
kedua telapak tangan namun pria tetap haram melihat kepadanya dengan pandangan
syahwat
2.
Dalam
madzhab Maliki terdapat tiga pendapat:
a) Mengatakan wajib menutup muka dan kedua telapak tangan.
b) Tidak wajib menutup muka dan kedua telapak tangan tetapi pria wajib menundukan pandanganya.
c) Perbedaan cantik dan tidak cantiknya seorang wanita, jika ia cantik maka ia wajib menutup muka dan kedua telapak tangan sedangkan wanita yang tidak cantik tidak wajib menutupnya atau disunahkan.
3. Jumhur Madzhab Syafi’i mengatakan tidak wajib menutup wajah dan kedua telapak tangan sekalipun mereka berfatwa untuk menutupinya
a) Mengatakan wajib menutup muka dan kedua telapak tangan.
b) Tidak wajib menutup muka dan kedua telapak tangan tetapi pria wajib menundukan pandanganya.
c) Perbedaan cantik dan tidak cantiknya seorang wanita, jika ia cantik maka ia wajib menutup muka dan kedua telapak tangan sedangkan wanita yang tidak cantik tidak wajib menutupnya atau disunahkan.
3. Jumhur Madzhab Syafi’i mengatakan tidak wajib menutup wajah dan kedua telapak tangan sekalipun mereka berfatwa untuk menutupinya
4.
Madzhab
Hambali : mengatakan wajib menutup keduaanya
5. Jumhur
Fuqaha (golongan terbesar ahli-ahli fiqh) berpendapat bahwa muka dan dua
telapak tangan bukan aurat karena itu tidak wajib menutupnya tetapi wajib
ditutup jika dirasa tidak aman.
Adapun
aurat kaum wanita, menurut kebanyakan ulama’ ialah seluruh anggota tubuhnya
selain muka dan kedua telapak tangan, kedua telapak kaki menurut sebagian
ulama’ seperti yang dikemukakan Imam Abu Hanifah. Di samping itu ada
sebagian ulama’, di antaranya Imam Ahmad bin Hanbal yang memandang seluruh
anggota badan wanita (termasuk muka dan kedua telapak tangan) adalah aurat. Para
ulama’ membedakan antara aurat kaum wanita di hadapan kaum pria dengan aurat
kaum wanita di hadapan sesama wanita. Aurat wanita sebagaimana tersebut di
atas, sesuai dengan perbedaan pendapat para ulama’ tidak diperbolehkan
diperlihatkan kepada kaum laki-laki selain suami dan mahramnya atau orang lain
yang oleh syariat dibolehkan melihatnya. Adapun aurat wanita terhadap sesama
wanita yang tidak boleh dilihat atau diperlihatkan ialah sama dengan aurat
laki-laki yakni anggota-anggota tubuh yang berkisar antara pusar dan lutut.
Masalah aurat sangat erat dengan soal pakaian, karena aurat wajib ditutup dan alat penutupnya adalah pakaian. Pakaian setiap muslim adalah harus menutup batas-batas aurat seperti yang dikemukakan di atas. Namun karena para ulama’ berbeda pendapat mengenai batas-batas aurat terutama aurat bagi wanita, maka perbedaan pendapat-pun muncul pula dalam masalah pakaian kaum wanita. Sebagian mengharuskan menutup seluruh anggota badan selain mata, sedangkan sebagian yang lain menambahkan selain muka, yaitu kedua telapak tangan dan kaki.
Forum Pengkajian Islam IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 24
Maret dan 28 April 1988 membahas soal aurat dan jilbab secara ilmiah dan
mendasar, antara lain menyimpulkan dan menetapkan bahwa pakaian wanita yang
memperlihatkan leher ke atas (kepala), dengan (tangan) dari siku ke ujung jari
dan kaki di bawah lutut, dipandang tidak bertentangan dan sesuai dengan
nilai-nilai Islam.
Sebelum
Islam datang masyarakat pada masa itu (Jahiliyah) memandang jelek dan rendah
kepada para wanita. Mereka memperturutkan hawa nafsu mereka melalui mata dan
angan-angan dalam hati, sedangkan hal itu bertentangan dengan ajaran Islam,
maka al-Qur’an menetapkan batas baginya dan mengharamkan apa-apa yang
bertentangan dengan agama, etika, dan kemanusiaan. Islam kemudian
memperbolehkan wanita, untuk membuka wajah dan dua telapak tangan dalam situasi
tertentu. Ini menggambarkan akan pentingnya kedua anggota tubuh wanita dalam
berinteraksi dengan orang lain.
Surah
al-Nur ayat 30 memerintahkan kepada kaum mukmin untuk menundukkan pandangannya
dari perkara yang diharamkan dan menjaga kemaluannya. Karena hal tersebut dapat
menyebabkan perantara hati dan menyebabkan seseorang terjerumus dalam perbuatan
tercela. Dan menundukkan pandangan merupakan sebab keselamatan dari hal
tersebut. Ayat tersebut juga mengandung perintah wajib untuk ditaati berupa larangan
melihat wanita asing atau pria asing, merupakan suatu larangan mutlak yang
diharamkan, tanpa adanya suatu keperluan yang dibenarkan oleh syara'. Pandangan
yang bisa memunculkan rangsangan pria, sehingga menimbulkan sikap mengabaikan
nilai moral dan penyimpangan perilaku individu dalam masyarakat. Sehingga Allah
memerintahkan pada kaum wanita menggunakan hijab untuk menjaga terlepasnya
kobaran nafsu seksual, sehingga pria dan wanita yang dekat dan yang jauh tidak
akan saling menarik karena secara fitrah wanita dan pria selalu tarik menarik
dan ini merupakan sunnah kehidupan atau hukum alam. Karena itu Allah melarang
apabila dua orang yang berlainan jenis menyepi karena sudah pasti syaitan akan
menjadi yang ketiga diantara mereka dan mengganggunya, lalu mereka berbuat
tidak senonoh sebagaimana firman Allah dalam surah Yusuf ayat 53 yang berisi bahwa
“sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh pada kejahatan kecuali nafsu yang telah
diberkahi oleh Allah”. Untuk menghindari dari hal-hal yang tidak diinginkan dan
menjaga kesucian, maka seorang wanita diwajibkan untuk berhijab dan anggota
badan yang boleh diperlihatkan adalah wajah dan kedua telapak tangan.
Penggunaan hijab antara pria dan wanita mengandung hikmah bahwa sebenarnya Allah bermaksud menata hubungan interpersonal dalam masyarakat dan menjaga kesucian pria dan wanita agar dapat mencapai kesempurnaannya demi terwujudnya masyarakat yang sehat dan dibangun atas akhlak mulia serta nilai-nilai moralitas yang tinggi.
Penggunaan hijab antara pria dan wanita mengandung hikmah bahwa sebenarnya Allah bermaksud menata hubungan interpersonal dalam masyarakat dan menjaga kesucian pria dan wanita agar dapat mencapai kesempurnaannya demi terwujudnya masyarakat yang sehat dan dibangun atas akhlak mulia serta nilai-nilai moralitas yang tinggi.
Islam
membuat perbedaan-perbedaan yang jelas antara jalan raya dan rumah tangga,
antara orang perseorangan dan masyarakat, antara dunia laki-laki dan dunia
perempuan. Hijab diperlukan dalam rangka melindungi wanita dari pandangan
laki-laki yang tak berhak memandangnya, sebagaimana di dalam alam ruhani, hijab
juga diperlukan untuk menyembunyikan hakikat dari pandangan orang-orang yang
tak layak memandangnya. Hukum aurat dan hijab ialah untuk memelihara hurmah
(kehormatan) atau kesucian dan kemuliaan wanita dan bukannya untuk menghina dan
menyiksa mereka.
Banyak
musuh Islam mengatakan bahwa hijab Islam bertentangan dengan martabat wanita.
Umat Islam menerima hak atas martabat wanita, walaupun orang yang menentang
hijab mengatakan bahwa hijab memenjarakan wanita dan dengan hijab kaum pria
agar bisa mengeksploitasi wanita, maka laki-laki menawan wanita dan memenjarakannya
di sudut rumahnya. Inilah yang akhirnya
mengapa aurat, terutama wanita harus dijaga dan ditutup.
Seperti
dapat dilihat dalam contoh, jika seorang pria meninggalkan rumahnya dengan
telanjang, maka ia akan dicerca, dipersalahkan dan barangkali polisi akan
menangkapnya, bahkan jika seorang pria meninggalkan rumahnya dengan mengenakan
piyama saja atau hanya dengan menggunakan celana dalam saja, maka setiap orang
akan menghentikannya, karena hal ini bertentangan dengan martabat sosial. Hukum
atau adat-istiadat menetapkan bahwa bila seorang meninggalkan rumahnya, maka ia
harus berpakaian lengkap. Apakah bertentangan dengan martabat manusia bila diperintahkan
agar ia berpakaian lengkap bila meninggalkan rumah?
Sebaliknya,
jika
seorang wanita meninggalkan rumahnya dengan tertutup justru akan
menghindarkan adanya gangguan dari laki-laki yang tidak bermoral dan
tidak
mempunyai sopan santun. Jika seorang wanita meninggalkan rumahnya dengan
tertutup, hal ini bukan hanya tidak mengurangi martabatnya sebagai
manusia,
akan tetapi justru menambahnya. Ambil contoh seorang wanita yang
meninggalkan
rumahnya dengan hanya muka dan kedua telapak tangannya yang terlihat dan
dari
perilaku serta pakaian yang dikenakannya tidak akan mudah mendapatkan
gangguan dari orang lain kepadanya. Artinya ia tidak akan mengundang
perhatian pria kepada dirinya. Ia tidak mengenakan pakaian-pakaian yang
mencolok atau berjalan dengan suatu cara yang menarik perhatian orang
kepada
dirinya atau ia tidak berbicara dengan suatu cara yang menarik
perhatian.
Menutup
aurat pada hakekatnya adalah mengangkat martabat wanita secara umum. Fenomena
buka-bukaan adalah termasuk trend zaman sekarang. Fenomena tersebut cepat atau
lambat akan masuk ke daftar berbagai macam penyakit yang merambah pada diri
manusia. Bangsa Barat yang merupakan pelopornya juga menjelekkan hakekat dari
fenomena penyakit ini. Inilah mengapa sampai sekarang pembahasan aurat masih sangat
dominan, terutama di kalangan seniman, artis dan orang berusaha memamerkan
keindahan tubuhnya.
Bila melihat disekeliling kita bahkan mungkin di kalangan keluarga kita sendiri, bahwa berpakaian ketat bagi para wanita remaja dan dewasa sudah menjadi bagian hidup kita. Mungkin benar mereka menutup aurat dan mengenakan hijab, tapi disisi lain mereka juga mengenakan baju dan celana yang ketat. Kemudian bagaimana Islam menyikapi fenomena seperti ini? Setidaknya Islam telah menerangkan kepada kita bagaimana cara menutup aurat yang benar sesuai yang telah diajarkan. Menutup aurat setidaknya mencakup hal-hal sebagai berikut:
Al-’Amash meriwayatkan dari Said bin Jubair dari Ibni Abbas: “Dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali apa-apa yang nampak darinya”, Ibnu Abas menegaskan: “Wajah dan telapak tangan dan cincinnya”.
Bila melihat disekeliling kita bahkan mungkin di kalangan keluarga kita sendiri, bahwa berpakaian ketat bagi para wanita remaja dan dewasa sudah menjadi bagian hidup kita. Mungkin benar mereka menutup aurat dan mengenakan hijab, tapi disisi lain mereka juga mengenakan baju dan celana yang ketat. Kemudian bagaimana Islam menyikapi fenomena seperti ini? Setidaknya Islam telah menerangkan kepada kita bagaimana cara menutup aurat yang benar sesuai yang telah diajarkan. Menutup aurat setidaknya mencakup hal-hal sebagai berikut:
1. Menutup anggota seluruh
anggota badan kecuali wajah dan kedua telapak tangan
قَالَ الْأَعْمَشِ عَنْ سَعِيدِ بْنِ جُبَيْرٍ عَنِ
ابْنِ عَبَّاسٍ وَلا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْها قَالَ:
وَجْهُهَا وَكَفَّيْهَا
وَالْخَاتَم
Al-’Amash meriwayatkan dari Said bin Jubair dari Ibni Abbas: “Dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali apa-apa yang nampak darinya”, Ibnu Abas menegaskan: “Wajah dan telapak tangan dan cincinnya”.
2. Mengenakan baju yang
dapat menutup warna kulit dan tidak menampakkan bentuk tubuh
صنفان من أهل النار لم أرهما قوم معهم سياط كأذناب البقر يضربون بها الناس ونساء كاسيات عاريات
مائلات مميلات رؤوسهن كأسنمة البخت المائلة
لايدخلن الجنة ولا يجدن ريحها وان ريحها لتوجد من مسيرة
كذاوكذا ) رواه أحمد ومسلم في الصحيح .(
“Ada
dua golongan penduduk neraka yang belum aku melihat keduanya,yang pertama Kaum
yang membawa cemeti/Cambuk seperti ekor sapi untuk memukul manusia, dan yang kedua adalah perempuan-perempuan yang
berpakaian tapi telanjang, cenderung kepada kemaksiatan dan membuat orang lain
juga cenderung kepada kemaksiatan. Kepala-kepala mereka seperti punuk-punuk
unta yang berlenggak-lenggok.Mereka tidak masuk surga dan tidak mencium bau
wanginya. Padahal bau wangi surga itu tercium dari jarak perjalanan sekian dan
sekian waktu [jarak jauh sekali]”.
3. Wanita tidak menyerupai
Laki-laki dan sebaliknya, juga tidak menyerupai cara berpakaina orang kafir
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ: مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ .حسن صحيح
“Rasulullah SAW bersabda.”Barangsiapa
berpakaian seperti suatu kaum maka ia masuk dalam golongan kaum tersebut”.
4. Berpakaian bukan untuk
popularitas
عَنْ عُثْمَانَ
بْنِ أَبِي زُرْعَةَ، عَنْ مُهَاجِرٍ، عَنِ ابْنِ عُمَرَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «مَنْ لَبِسَ
ثَوْبَ شُهْرَةٍ
أَلْبَسَهُ اللَّهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ ثَوْبَ مَذَلَّةٍ
Rasulullah SAW
bersabda,”Barangsiapa mengenakan pakaian dengan niat ingin terkenal maka
Allah memberinya pakaian hina pada hari kiamat kemudian membara dalam neraka”.
Aurat
dengan segala penutupnya, yaitu dengan mengenakan busana muslimah, wanita yang
memakainya akan segera dipersepsi dalam kategori Muslimah. Boleh jadi berbagai
konotasi dikaitkan dengan kategori ini, bergantung pada pengalaman dan latar
belakang psikososial pelaku persepsi busana fundamentalis, wanita shaleh,
isteri yang baik dan sebagainya. (Baca juga: Cara Menutup Aurat Sesuai Syariat Islam)
Apapun
konotasinya, inti persepsinya tidak mungkin lepas dari kategori Muslimah. Dari
persepsi itu, orang kemudian mengatur perilakunya dengan pemakai busana
Muslimah. Ia tidak akan melakukan sexual harassment, ia tidak akan berani
berbuat tak senonoh, paling-paling gangguan kecil seperti ucapan
asssalamu’alaikum yang dilontarkan secara bercanda. Busana muslimah yang
mempunyai fungsi menutup aurat juga berfungsi sebagai penegak identitas. Dengan
busana itu, seorang Muslimah mengidentifikasikan diri dengan ajaran-ajaran
Islam, karena identifikasi ini, maka sangat mungkin ia akan terdorong untuk
berperilaku sesuai dengan ajaran Islam.
Dalam hubungan interpersonal, busana Muslimah akan menyebabkan orang lain mempersepsikan pemakainya sebagai wanita Muslimah dan akan memperlakukannya seperti itu pula. Inilah mungkin maksud pesan dari al-Qur’an, busana Muslimah dipakai “supaya dikenal” dan “sehingga mereka tidak diganggu”. Artinya dengan menutup aurat kehormatan dan identitas diri akan terjaga, sehingga orang yang melihatnya akan mempersepsikan bahwa ia adalah wanita Muslimah yang harus dijaga dan tidak boleh diganggu.
Dalam hubungan interpersonal, busana Muslimah akan menyebabkan orang lain mempersepsikan pemakainya sebagai wanita Muslimah dan akan memperlakukannya seperti itu pula. Inilah mungkin maksud pesan dari al-Qur’an, busana Muslimah dipakai “supaya dikenal” dan “sehingga mereka tidak diganggu”. Artinya dengan menutup aurat kehormatan dan identitas diri akan terjaga, sehingga orang yang melihatnya akan mempersepsikan bahwa ia adalah wanita Muslimah yang harus dijaga dan tidak boleh diganggu.
0 komentar: